Sudah seminggu aku tinggal di negara ini. Namun aku masih belum bertemu dengan sosok Mas Jan yang tinggal di kamar sebelah. Diantara sekian banyak orang Indonesia disini, hanya dialah yang belum pernah kutemui. Ada banyak testimoni mengenainya. Sebagian besar penilaian baik datang dari pihak laki-laki dan keluarga. Sedangkan para wanita menganggapnya sebagai orang yang sedikit dingin. Sedikit banyak komentar itu, terus terang saja membuatku sedikit tidak bernyali untuk bertemu.
Kudengar pula bahwa dia adalah anak seorang pengusaha kaya di Jakarta. Salah satu bisnis yang bahkan dia pegang adalah aplikasi penyedia jasa travelling untuk booking tiket pesawat dan penginapan online yang saat ini sedang naik daun. Berita tentang dia yang sering ke luar negeri hampir tiap bulan juga membuatku sempat bingung untuk memberikan oleh-oleh yang kubawa. Jujur, ini hanyalah makanan khas daerah yang tidak berkelas.
Pagi ini, kudengar suara percikan air keran dari berandanya. Rupanya dia dirumah. Terbukti dengan suara mesin cucinya yang sedang mengumpulkan air. Bergegas kuraih tas karton bermotif batik yang sudah kusiapkan jauh-jauh hari. Pada akhirnya kuputuskan untuk menggantinya dengan mi instan, seperti saran Satria kepadaku ketika aku mneleponnya untuk menanyakan apa yang bagus untuk kuberikan pada Mas Jan.
"Tidak ada yang bisa menolak kelezatan Ind*mie, Em. Setinggi apapun level orang itu."
Aku merapikan sedikit penampilanku sebelum bergegas keluar rumah. Kutarik nafas dalam sebelum kuketuk pintu kamarnya. Ketukan pertama, tidak ada respon sama sekali.
Ketukan kedua.
Masih tidak direspon.
Ketukan ketiga.
Butuh waktu hampir satu menit sebelum akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kamar.
Namun, ketika hampir membalikkan badanku, pintu terbuka perlahan. Seorangv laki-laki dengan tinggi sekitar 175 cm melongok keluar dengan satu tangan memegang gagang pintu dan tangan lainnya memegang sikat gigi.
Jantungku berdegup kencang. Tas karton berisi mie instanku terjatuh seketika itu pula aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Aku tak percaya dengan apa yang hadir di hadapanku. Dia yang sudah lama menghilang dari sekitarku. Dia yang tatapan matanya masih sama dengan saat terakhir kali bertemu. Aku hanya tidak bisa berkata apapun. Badanku gemetar hingga tak mampu mengeluarkan suara.
Momiji atau maple adalah salah satu khas dari musim gugur di jepang. |
EmoticonEmoticon