Malamnya, Satria ke rumahku mengantarkan kotak makanan yang kuberikan pada Naoki. Dia bilang padaku bahwa dia memukul keras Naoki. Dia bercerita bahwa Adrianlah menyaksikan ketika Naoki meremas suratnya dan membuangnya ke tempat sampah. Dan ketika Adrian sedang memungutnya, Satria datang dan tak bisa lagi menahan emosinya.
"Maaf Em, aku ga tau apa yang terjadi, tapi aku tau pasti perasaanmu seperti apa. Cuma kenapa kamu ga bilang dulu ke aku?"
Dan aku hanya diam tak menjawabnya. Satriapun hanya merangkulku dan mengelus kepalaku lama tanpa kami bicara satu sama lain lagi. Seolah dia mengerti hatiku yang sedang ingin bicara, namun mulutku terkunci rapat.
"Besok pergi bareng aku ya" katanya, sebelum dia pamit untuk pulang.
Semenjak saat itu, aku menghindari Naoki pun juga Kayla dan teman-temannya. Dan aku berusaha keras untuk tidak lagi melihat ke arah Naoki seperti sebelumnya. Ada rasa sakit dan malu yang menyusup dalam kehidupanku. Dan hal ini membuat sisa hari-hariku di sekolah menjadi sedikit tersiksa.
Aku melewati hari-hariku seperti biasa, hanya tanpa Naoki lagi. Kufokuskan pikiranku untuk menghadapi ujian akhir dengan tenang. Hingga akhirnya aku diterima di salah satu universitas negeri di kota Solo. Sedangkan Satria akan melanjutkan di universitas ternama di Yogyakarta. Bagi kami, Solo dan Jogja sangat dekat. Pun bisa saling mengunjungi satu sama lain tiap akhir pekan.
Di acara kelulusan, aku melihat Naoki didampingi oleh kedua orang tuanya. Ketika kami berpapasan selepas acara, aku hanya bisa menunduk dan berjalan cepat. Mungkin karena rasa sakit hati ini masih membekas. Namun, tak kusangka bahwa hari itu juga adalah hari terakhir aku bertemu dengan Naoki.
Aku baru mengetahuinya ketika hari pengambilan ijasah dan segala dokumen kelulusan. Aku dengar dari banyak teman yang membicarakannya, bahwa Naoki sudah duluan mengambil ijasah karena akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi di Jepang. Saat itu, entah mengapa ada rasa sesal, ada rasa rindu, namun juga ada rasa kesal yang luar biasa yang menyergapi hatiku. Dan hal itu membuatku hanya bisa berdiri mematung di dekat lapangan basket, tempat dimana aku biasa memandang Naoki dari kejauhan. Namun saat itu, lamunanku buyar karena Satria menepukku dari belakang. Dia datang bersama Adrian dengan kamera yang terlihat mahal.
Adrian meminta untuk kami berfoto bersama. Dia mengatakan bahwa minggu depan dia akan bertolak ke Belanda dan melanjutkan kuliah di Groningen. Dengan mata berbinar, aku mengucapkan selamat. Sungguh dari lubuk hatiku terdalam, aku tak terkejut, karena dimataku, Adrian adalah seseorang yang sangat jenius.
" Em, foto berdua yuk, belum ada foto berdua dengan Emi" ajaknya. Lalu dia meminta Satria untuk mengambil gambar kami. Dan dia berpamitan karena harus bersiap-siap pulang ke Jakarta sebelum berangkat ke Belanda. Aku dan Satria, kami duduk berdua di bangku penonton di dalam lapangan basket. Selama hampir satu jam, kami hanya berbicara mengenai kenangan-kenangan selama SMA ini sebelum akhirnya kami bosan dan memutuskan untuk pulang.
Aku lantas bergegas mengambil sepedaku di tempat parkir, sedangkan Satria beranjak menuju tempat parkir motornya. Dan saat itu, aku dikejutkan oleh bungkusan plastik warna hitam terjepit di tempat duduk belakang sepedaku. Aku menengok ke sekeliling, namun rupanya sudah tidak ada orang, karena memang hari itu adalah hari libur untuk murid-murid kelas 1 dan 2. Kubuka bungkusan itu, dan kutemukan sebuah surat dalam amplop warna ungu muda bergambar bunga lavender, bertuliskan "Emi R.". Dengan perasaan berdebar, aku membuka amplop itu dan kubaca pelan-pelan saat itu juga.
Emi へ,
Maafkan aku yang tak mampu mengatakan sepatah kata baik pun tentang kita. Terima kasih telah mengingat kenangan yang selama ini pun selalu aku jaga. Bukannya aku tak mau mengatakannya, namun karena aku adalah pecundang yang takut jika kenyataannya tidak ada bekas sama sekali tentang itu dalam ingatanmu.
Ternyata aku salah.
Hingga waktuku disini berakhir pun, aku tak sempat punya keberanian untuk benar-benar menatapmu ketika mengungkapkan ini. Maafkan aku yang seorang pengecut ini.
Jika boleh aku memelihara harapan, kelak takdir membawa kita bertemu kembali, maka aku akan berusaha sekuat hatiku agar kita tetap tinggal bersama dalam satu ruang dan waktu, saling berpegang tangan satu sama lain dan tak akan kulepaskan lagi. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menjadi seorang pengecut lagi.
Aku sangat berharap, kesempatan itu akan terjadi.
直樹
Aku tak tahu apa yang dimaksud dalam surat ini. Siapa pengirimnya pun aku tak tahu. Hingga satu tahun kemudian, ketika aku berusaha keras menerjemahkan dua huruf asing itu. Dan saat aku tahu, bahwa itu adalah namanya, Naoki. hatiku bergetar. Keinginan untuk bertemu lagi dengannya tumbuh kembali.
Selain daun maple, Kochia juga menjadi salah satu daya tarik ketika musim gugur |
EmoticonEmoticon